“Populorum Progressio” 23: “Bila ada orang memiliki kekayaan dunia ini, dan melihat saudaranya menderita kekurangan serta menutup hatinya bagi dia, bagaimana cintakasih Allah mau tinggal padanya?’ (1Yoh 3:17)

Rabu, 30 Mei 2012

Penghentinan Praktik Perdagangan Manusia_1

Setiap tahun berjuta-juta manusia, khusus-nya perempuan dan anak diperdagangan dan dieksploitasi seperti barang dagangan yang menghasilkan keuntungan ekonomis. Perdagangan manusia merupakan bentuk perbudakan manusia yang paling mengerikan di jaman moderen ini. Perbudakan itu merupakan tindakan yang jahat, yang harus diberantas dan dikikis habis dari muka bumi ini. Perdagangan manusia sungguh merendahkan martabat manusia dan tidak dapat ditolerir lagi.

Oleh karena itu, kita harus bekerjasama dengan setiap orang yang berkehendak baik, agar perdagangan manusia ini dapat sirna dan tidak ada di dunia yang dihuni oleh manusia ini. Kita sungguh prihatin atas banyaknya korban manusia, khususnya perempuan dan anak-anak, yang dengan mudahnya diperdagangkan seperti barang komoditi yang mendatangkan keuntungan secara ekonomis, tetapi merendahkan martabat manusia yang sehabis-habisnya.

Jejaring diantara mereka mereka yang peduli terhadap kejahatan kemanusiaan ini rasanya sudah tidak bisa ditunda lagi, saat ini sudah ratusan elemen masyarakat yang bekerja sama dan berkoordinasi dalam menanggulangi permasalahan ini.Gereja Katolik bersama komunitas komunitas didalamnya sepertinya juga tidak ingin berpangku tangan melihat dan merasakan ketidakadilan yang terjadi di dunia ini khususnya di negara Indonesia ini.  


PESAN SIDANG KWI 2008
PERIHAL PENGHENTIAN PRAKTIK-PRAKTIK PERDAGANGAN MANUSIA

Manusia Citra Allah
  1. Sidang KWI, yang berlangsung  pada tanggal 03-13 November 2008 diliputi suasana keprihatinan terhadap upaya-upaya yang menjadikan manusia sebagai komoditi perdagangan.  Keprihatinan tersebut mencerminkan kepedulian dan kesadaran  para peserta sidang akan martabat manusia sebagai Citra Allah yang  sedang direndahkan.
  2. Peserta sidang melihat dalam diri manusia, dalam setiap pribadi, citra yang hidup dari Allah sendiri.  Karena manusia diciptakan menurut gambar Allah, manusia memiliki martabat sebagai pribadi: manusia bukan hanya sesuatu melainkan seorang. Ia mampu mengenali diri sendiri, menjadi tuan atas dirinya, mengabdikan diri dalam kebebasan dan hidup dalam kebersamaan dengan orang lain.
  3. Dalam tataran kehidupan bersama, suatu masyarakat  akan adil  dan sejahtera,  apabila  didasarkan pada penghormatan  terhadap martabat manusia.  Hanya pengakuan atas martabat manusia  yang dapat memungkinkan pertumbuhan bersama dan pribadi dari setiap orang.  Oleh karena itu, setiap pribadi tidak dapat dijadikan sebagai alat  dan sarana untuk  mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan, baik  ekonomi, sosial dan politik.
Manusia sebagai Sampah
  1. Dewasa ini umat manusia berada dalam periode perubahan yang amat mendalam. Pola masyarakat industri lambat laun makin menyebar, mengubah pengertian-pengertian dan kondisi kehidupan manusia. Oleh karena itu, banyak orang dengan pelbagai alasan berpindah tempat untuk mencari penghidupan yang lebih layak sesuai dengan tuntutan jaman yang sedang berkembang.
  2. Demi alasan peningkatan kesejahteraan hidup,  orang meninggalkan desa menuju kota, atau banyak diantara mereka yang memutuskan untuk bekerja di luar negeri menjadi TKI dan TKW. Pada dasarnya setiap manusia mempunyai hak untuk bermigrasi tetapi bila tanpa bekal  kesehatan, pengetahuan,  ketrampilan dan dasar kerohanian yang kuat akan memunculkan banyak kesulitan. Terjerumus dalam perdagangan manusia adalah masalah yang sering dihadapi oleh para migran.
  3. Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Protokol Palermo menggambarkan perdagangan manusia sebagai perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seseorang dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan, atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi termasuk, paling tidak, eskploitasi untuk melacurkan orang lain atau bentuk-bentuk lain dari eksploitasi seksual, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik-praktik serupa perbudakan, perhambaan atau pengambilan organ tubuh.
  4. Perbudakan modern merupakan ancaman serius bagi kehidupan umat manusia. Banyak individu hidup dalam penderitaan karena hak-hak asasi mereka dilanggar dan direndahkan.   Para korban  yang kebanyakan wanita dan anak-anak kehilangan kesempatan untuk mengembangkan dimensi personal, sosial dan spiritual  mereka secara utuh.   Nilai-nilai luhur   kemartabatan manusia dicampakkan, dipandang dan diperlakukan seperti  seonggok sampah yang  tidak bernilai.
  5. Eskalasi perdagangan manusia dari waktu ke waktu semakin mengkawatirkan. Hal ini disebabkan   kemiskinan yang masih terjadi dimana-mana,  unsur-unsur kriminal, pemerintahan yang korup, kekacauan sosial, ketidakstabilan politik, bencana alam, konflik bersenjata dan  keinginan pasar global untuk mendapatkan tenaga kerja yang murah. Akibatnya semakin banyak  anak-anak bangsa ini yang akan menanggung penderitaan baik  fisik dan psikologis serta  meninggalkan pengaruh permanen yang  dapat mengasingkan  hidup mereka dari keluarga dan masyarakat.
Pemulihan Martabat Manusia
  1. Peserta sidang menyadari bahwa Gereja sebagai tanda kehadiran Allah yang sedang berziarah di tengah dunia, hadir dan bergumul dalam persoalan-persoalan kemanusiaan. Melalui ajaran sosialnya Gereja Katolik ingin mengajak  seluruh umat beriman untuk peka dan peduli pada nasib sesama terutama mereka yang miskin, menderita, terasing dan terbuang.
  2. Pada zaman sekarang ini, membangun sikap hormat terhadap manusia menjadi sangat penting,  sehingga setiap orang wajib menghargai dan menghormati  sesamanya  tanpa kecuali. Selain itu apapun yang melukai martabat manusia seperti kondisi hidup yang tidak layak manusiawi, pembuangan orang-orang, perbudakan, pelacuran dan perdagangan manusia harus dihadapi dengan berani dan bijaksana seraya  menghayati sabda Tuhan: “ Apa pun yang kamu jalankan terhadap salah seorang saudaraKu yang hina ini, kamu perbuat terhadap Aku” (Mat 25:40)
  3. Dalam masyarakat yang bermartabat, setiap pribadi mempunyai hak untuk berperan secara aktif dalam kehidupan bersama dan membawa sumbangannya  untuk  kesejahteraan umum. Manusia sebagai manusia bukanlah unsur pasif dalam hidup kemasyarakatan, melainkan  sebagai pemeran, dasar dan tujuannnya, oleh karena itu harus dihargai.
Bergerak bersama
  1. Peserta sidang menyadari bahwa   Indonesia  merupakan  negara keempat dengan penduduk paling banyak yang memiliki migrasi pekerja tinggi.  Oleh karena itu, pemerintah hendaknya peka  dan mampu membuat langkah-langkah strategis dalam mengatasi  masalah-masalah kemanusiaan yang ada di dalamnya. Masyarakat juga diyakinkan bahwa mereka dapat mewujudkan  dimensi dasar hidup mereka yaitu kerja dengan baik.
  2. Peserta sidang juga menghendaki agar Gereja berani menentukan pilihan untuk membela dan menjaga  keutuhan martabat manusia. Reksa pastoral hendaknya dirancang untuk menyadarkan hati umat Allah dan membawa mereka  berani terlibat dalam usaha-usaha penghentian praktik-praktik perdagangan manusia  bersama dengan umat yang lain.
  3. Akhirnya, semua pihak hendaknya dengan didasari rasa cinta yang dalam terhadap anugerah kehidupan dan penghargaan  yang tinggi terhadap keagungan martabat manusia  melakukan tindakan pencegahan  dan melindungi serta membantu para korban perdagangan manusia  mengalami pemulihan diri yang  penuh. 

Pernyataan Akhir Seminar & Lokakarya Komisi KKP dan Pastoral Migran KWI
09 September 2008
Perdagangan Manusia:
Masalah, Tantangan dan Solusi
Nunukan  26-28 Agustus 2008

Human trafficking atau perdagangan manusia tidak hanya  merendahkan martabat manusia tetapi juga adalah kejahatan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia  karena telah merusak dan membunuh citra dan martabat manusia sebagai citra Allah Sang Pencipta. Gereja sebagai persekutuan umat beriman untuk itu diperlukan melakukan tindakan nyata bersama-sama juga dengan masyarakat umum memperjuangkan Harkat Martabat Manusia guna mengembalikan Citra dan Gambaran Allah dalam diri manusia

PENDAHULUAN
Gereja  sebagai tanda kehadiran Allah yang berziarah dalam sejarah manusia di tengah dunia hadir dan bergumul dalam persoalan-persoalan kemanusiaan.  Keprihatinan dan kepedulian Gereja kian hari kian masuk kedalaman nurani dan budi. Melalui ajaran sosialnya, Gereja Katolik ingin mengajak seluruh umat beriman untuk selalu peka dan peduli pada nasib sesama, terutama mereka yang miskin, menderita, terasing dan terbuang dari kancah dunia. Kemiskinan dan penderitaan ini menunjukkan bahwa Negara sebagai penanggung jawab kehidupan rakyat telah mengabaikan keadilan.   Keadilan yang diabaikan oleh negara berdampak pada terjadinya kemiskinan, kebodohan serta penderitaan.  Hal ini merupakan dosa yang terus menerus terjadi. Persoalan  tersebut menuntut sikap dan perhatian yang bijak, arif dan lebih serius dari semua pihak yang berkehendak baik, agar dosa itu tidak berkembang.
Tindak ketidak-adilan yang menimpa banyak warga manusia pada saat ini secara nyata dapat ditunjuk pada "pembudayaan" tindak kekerasan pada pelbagai sektor dan level kehidupan, termasuk terhadap mereka yang bekerja sebagai buruh migran dan berujung pada terjadinya praktek-praktek perdagangan manusia (human trafficking).[1]Tentu, dalam pandangan iman Gereja Katolik, praktek perdagangan manusia tersebut telah mencederai serta merusak citra manusia sebagai wajah Allah. Inilah keprihatinan terbesar bagi Gereja dan juga bagi umat manusia pada umumnya.
Dalam upaya pencitraan kembali manusia sebagai wajah Allah, maka Komisi Migran dan Perantau Keuskupan Tanjung Selor (KMP KTS) bekerja sama Komisi Keadilan, Perdamainan dan Pastoral Migran Perantau KWI mengadakan sebuah Seminar dan Loka karya dengan tema  "Perdagangan Manusia: Masalah, Tantangan dan Solusi"  pada tanggal 26-28 Agustus 2008 bertempat di kota Nunukan Kalimantan Timur. Kota Nunukan dipilih karena merupakan salah satu kota transit terbesar bagi Tenaga Kerja Indonesia yang akan bekerja wilayah Tawau, Malaysia.
Para peserta Seminar dan Loka Karya berkeyakinan bahwa mengupayakan pembelaan terhadap pemulihan martabat kemanusiaan perlu dilakukan secara serius bersama-sama. Keyakinan tersebut mendorong proses dua (2) kegiatan ini berjalan dalam nuansa iman kristiani dan dituntun oleh jamahan kuat kuasa Roh Allah sendiri.
Selain masukan-masukan dari nara sumber (Kasmir Foret - Wakil Bupati Nunukan, Komisaris Polisi Sri Astuti - Unit Pelayanan Perempuan Anak Mabes Polri, Abriyanto Amin -Tenaga Ahli DPRD Kaltim, Sejahtera S Meliala - Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI, Yoseph Adi Prasetyo - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia), sharing pengalaman peserta, diskusi-diskusi, pembahasan dan pendalaman yang dinamis, serta diteguhkan dengan doa, permenungan dan Perayaan Ekaristi juga turut mewarnai jalannya Seminar dan Loka Karya ini. Adapun para peserta yang hadir dalam Seminar dan Loka Karya tersebut adalah wakil dari Keuskupan-keuskupan se-Indonesia, tenaga pastoral dan pendamping bruh migran Keuskupan Tanjung Selor, serta tenaga pastoral dan pendamping buruh migran Indonesia di Tawau dan Sandakan, Malaysia. Disini juga dihadirkan kesaksian para TKI yang menjadi korban.
Melalui diskusi, tukar pengalaman dan tukar informasi terungkap jelas bahwa perdagangan manusia adalah pelanggaran Hak Asasi Manusia karena telah merusak citra dan martabat manusia sebagai citra Allah Sang Pencipta.
LATAR BELAKANG KEPRIHATINAN
            Melakukan migrasi merupakan hak setiap manusia. Dalam hal ini Gereja Katolik tidak pernah bisa melarang atau pun mengijinkan seseorang jika ingin bermigrasi. Maka, jutaan orang setiap tahunnya berpindah dari satu wilayah ke wilayah lain dengan pelbagai alasan dan yang terutama adalah karena alasan kemiskinan. Tak pelak, hal tersebut pun terjadi di dalam lingkup Gereja Katolik. Data berikut menunjukkan keuskupan asal para TKI ilegal yang masuk ke Malaysia melalui pintu Kab. Nunukan pada tahun 2007:[2]
  • Keuskupan Larantuka NTT: 27.000 orang
  • Keuskupan Maumere NTT: 15.000 orang
  • Keuskupan Agung Ende NTT: 10.000 orang
  • Keuskupan Agung Makassar dan Keuskupan Manado Sulawesi: 36.000 orang
            Berdasar data di atas, peserta Seminar dan Loka Karya menemukan bahwa sebanyak 6.000 hingga 7.000 orang TKI setiap bulannya berangkat ke Tawau, Malaysia melalui pelabuhan Nunukan.  Sebagian besar dari mereka tidak memiliki ijin kerja, sehingga mereka masuk ke Malaysia seolah-olah sebagai turis. Akan tetapi, sesampainya mereka di Malaysia, akan ada orang-orang yang menampung mereka untuk bekerja. Inilah yang oleh peserta Seminar dan Loka Karya disebut sebagai kejahatan Perdagangan Manusia yang menggunakan dokumen-dokumen sah dan sistematis serta didukung oleh jaringan kuat yang kemungkinan melibatkan aparat pemerintah Indonesia dan  Malaysia. Peserta Seminar dan Loka Karya juga melihat bahwa sebanyak 40%-50% dari jumlah kejahatan perdagangan manusia diawali dari Nunukan Kalimantan Timur. Selain itu, peserta Seminar dan Loka Karya juga prihatin atas nasib anak-anak TKI yang lahir dan besar di Malaysia yang hingga saat ini sudah berjumlah sekitar 70.000 orang namun tidak dipenuhi hak-hak dasarnya oleh pemerintah Malaysia, seperti tidak diberi dokumen kelahiran, pelayanan kesehatan dan pendidikan.
MENYADARI KENYATAAN MEMETAKAN KEMUNGKINAN
Dalam Seminar dan Loka Karya ini para peserta diajak untuk menganalisis persoalan dengan analisis SWOT (Strength  - kekuatan, Weakness - kelemahan, Opportunity - peluang, Threat - ancaman). Temuan analisis tersebut diolah dengan empat  pertanyaan panduan, yaitu:
  • Bagaimana memakai kekuatan untuk memanfaatkan peluang?
  • Bagaimana mengatasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang?
  • Bagaimana memakai kekuatan untuk mengatasi ancaman?
  • Bagaimana memperkecil kelemahan dan mengatasi ancaman?


Dari analisa tersebut peserta Seminar dan Loka Karya menemukan dan menyadari telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia dan pengrusakan  martabat manusia sebagai citra Allah dalam praktek perdagangan manusia (human trafficking), terutama pada perempuan dan anak-anak, sebagai salah satu dampak pergerakan (migrasi) manusia dari satu tempat ke tempat lainnya. Oleh karena itu, seluruh peserta menyepakati  bahwa persoalan perdagangan manusia, harus  menjadi pusat perhatian Pastoral Komisi Keadilan Perdamaian dan Komisi Migran Perantau (KKPKM) KWI, Keuskupan-Keuskupan dan Konggregasi/Tarekat biarawan/wati di Indonesia. Peserta juga ingin menegaskan keberpihakannya dalam memperjuangkan harkat dan martabat manusia dengan menciptakan ruang diskusi atau dialog, membangun jejaring serta menjadi mediator dan fasilitator  dengan pihak pemerintah dan siapa pun yang berkehendak baik untuk menghentikan praktek-praktek perdagangan manusia.
Selama ini sudah ada upaya pencegahan atau pertolongan dari pihak pemerintah terhadap persoalan perdagangan manusia dan korbannya. Hal itu tampak dengan adanya kemauan dari pemerintah untuk membuat beberapa Undang-undang yang melindungi TKI serta mencegah terjadinya upaya perdangan manusia. Peraturan itu terlihat dalam UU No: 39 Tahun 2004 Tentang perlindungan dan penempatan TKI di Luar Negeri dan UU No: 21 Tahun 2007 Tentang Pencegahan Tindak Pidana Perdangan Manusia. Namun, dalam pelaksanaannya masih banyak terdapat inkonsistensi. Akibatnya, pihak pemerintah hanya bergelut pada pesoalan-persoalan kuratif-reaktif  dan belum mau masuk pada upaya-upaya penghapusan secara struktural.
HASIL PEMETAAN
Para peserta Seminar dan Loka Karya menemukan penyebab adanya tindakan perdagangan manusia, yaitu: tradisi dan budaya yang materialistik, situasi dan kondisi geografis  daerah yang melemahkan ekonomi masyarakat, kondisi mental dan intelektual yang masih rendah (SDM), pembangunan yang tidak merata, penyalahgunaan wewenang, korupsi, kurang terampilnya para tenaga kerja migrant serta kurang profesionalnya pelaku penempatan buruh migran, terjadinya perselingkuhan antara pihak penguasa dan pengusaha, dan adanya upaya politik yang sistematis dari negara asal TKI.


Sedangkan faktor-faktor lain yang turut memicu terjadinya tindakan trafficking adalah:
  1. Keterbatasan informasi dan pengetahuan CTKI mengenai sistem ketenaga-kerjaan (prosedur, job, negara tujuan)
  2. Kurang maksimalnya jaminan  asuransi dari resiko keselamatan kerja
  3. Kurang adanya perlindungan yang diberikan oleh pemerintah Indonesia dan Malaysia kepada TKI (pemukulan, Asuransi, Pendidikan, Kesehatan, Pemerkosaan, dll)
  4. Kurang berpihaknya kebijakan pemerintah terhadap warganya sendiri.
  5. Perlakuan tidak manusiawi oleh majikan yang berdampak pada hamil karena diperkosa, sait, cacat, meinggal dunia, pulang atas biaya sendiriAdanya jaringan penipuan terhadap calon pekerja migran
  6. Ketiadaannya Perangkat Hukum di tingkat daerah (Perda) untuk melindungi TKI dan mencegah terjadinya perdagangan manusia.
KESEPAKATAN dan REKOMENDASI
Sebagai hasil akhir, dalam upaya untuk menghapuskan praktek-praktek perdagangan manusia dan melindungi TKI di tempat mereka bekerja maka peserta Seminar dan Loka Karya sepakat:
  1. Membuat jaringan reksa pastoral antar keuskupan asal TKI, Keuskupan daerah transit dan Keuskupan negara tujuan dalam hal ini Malaysia.
  2. Mengadakan pertemuan rutin antar jaringan pekerja pastoral migran dan perantau di bawah koordinasi Komisi Keadilan, Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau KWI
  3. Membangun sistem jaringan antar Komisi  Pastoral Migran Perantau Keuskupan dan Konggregasi yang telah melakukan pelayan kepada TKI dan korban perdagangan manusia dengan fasilitasi Komisi Keadilan Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau KWI
Selain kesepakatan-kesepakatan di atas, para peserta merekomendasikan hal-hal sebagai berikut:
I.Kepada pemerintah Indonesia
  1. Meningkatkan kepeduliaan negara dan pemerintah Indonesia kepada TKI
  2. Penegakan hukum secara konsekwen dan konsisten mencegah perdagangan manusia.
  3. Membangun dan meningkatkan profesionalitas kerja serta pelayanan publik.
  4. Menumbuhkan dan mengembangkan Pemerataan Pembangunan Ekonomi yang berkeadilan sosial  di seluruh  Indonesia.
  5. Meningkatkan Koordinasi yang baik dan professional antar  instani pemerintah
  6. Membangun dan membuka Jejaring serta kemitraan dengan kelompok-kelompok atau lembaga, baik lembaga agama, lembaga  swadaya masyarakat dan pemerintah negara tujuan penempatan
II. Kepada Gereja & Masyarakat
  1. Berpihak nyata pada upaya memperjuangkan penghormatan terhadap keutuhan martabat dan harkat manusia
  2. Membangun  jejaring dengan pihak-pihak yang berkehendak baik  (Keuskupan,  PPTKIS dan kelompok organisasi masyarakat)
  3. Membangun kerja sama antara Gereja Katolik Indonesia dan Gereja Katolik Malaysia dalam melayani dan melindungi TKI di Malaysia
  4. Mendorong terjadinya peningkatan mutu sosial ekonomi masyarakat kecil melalui  pengembangan  ekonomi alternatif di daerah asal misalnya seperti  Credit Union.
  5. Meningkatkan  kerja sama antar komisi dalam rangka Animasi dan Advokasi .
  6. Bekerja sama dengan instansi pemerintah dan mereka yang berkehendak baik, untuk memberikan perhatian dan pendampingan kepada korban trafficking.
  7. Meningkatkan kerja sama dengan pemerintah dalam memberdayakan fasilitas pelatihan dan shelter yang dikelola oleh Gereja bagi peningkatan kemampuan sumber daya buruh migran.
  8. Mendorong Keuskupan untuk bekerja sama dengan Konggregasi yang sudah memiliki kepedulian pelayanan TKI dan korban perdagangan manusia
PENUTUP
Tidak akan mungkin terjadi perendahan martabat dan harkat manusia jika kita bersama-sama kompak  berkata   "MANUSIA BUKAN KOMODITI,  MANUSIA  ADALAH ANAK-ANAK BANGSA DAN ANAK  ALLAH , CITRA DAN GAMBAR  ALLAH".  Maka, kita tidak hanya berani berbicara tetapi juga harus melakukan  tindakan nyata secara  profesional, bijak dan loyal dan  penuh iman.

SELAMAT BERSAKSI DAN BERAKSI
Nunukan, 28 Agustus 2008
Peserta Seminar dan Lokakarya
Sumber : http://Mirifica.net/



Tidak ada komentar:

Posting Komentar