“Populorum Progressio” 23: “Bila ada orang memiliki kekayaan dunia ini, dan melihat saudaranya menderita kekurangan serta menutup hatinya bagi dia, bagaimana cintakasih Allah mau tinggal padanya?’ (1Yoh 3:17)

Selasa, 19 Juni 2012

Aku Bukan Komoditas

(Perdagangan Perempuan dan Anak)
“Saya diancam akan dibunuh waktu menolak melayani tamu. Saya dipaksa melayani tamu selama seminggu dan mami mengambil uangnya.”
(Ketika Mereka Dijual,2006)

“...Saya membantu berjualan mie di jalan dan melakukan pekerjaan rumah. Saya mulai berjualan mie jam 5:30 pagi sampai jam 12:00 siang. Setelah itu saya harus berbelanja bahan makanan dan pulang ke rumah untuk menyiapkan mie yang akan dijual hari berikutnya. Saya memasak lebih dari lima kilo mie setiap harinya. Setelah itu saya harus mencuci pakaian. Saya dibayar Rp.200.000 per bulan. Saya sangat kelelahan dan tidak punya waktu untuk beristirahat. Saya pergi tidur jam 12:00 malam...”.
(Human Rights Watch  Vol. 17, No. 7(C) )

Semakin hari semakin banyak berita dan peristiwa yang terjadi di sekitar kita yang memuat tentang perdagangan manusia, perdagangan wanita, perdagangan organ tubuh manusia. Dan sejalan dengan itu semakin banyak pula korban korban berjatuhan, baik di Indonesia maupun di belahan dunia lain.
Coba kita lihat berita di cina

Sedikitnya 14 anak berasal dari Provinsi Guizhou di sebelah barat daya Cina berhasil diselamatkan polisi setempat, Sabtu (10/3). Selain menyelamatkan anak-anak tersebut, polisi juga menangkap 38 orang tersangka anggota jaringan penyelundup anak.
Atau di Taiwan
Paksa 3 Putri Jadi PSK, Ibu dan 9 Pria Dijerat Hukum
Seorang perempuan Taiwan yang dikenal sebagai Wei harus meringkuk selama 12 tahun di penjara. Pejabat pada pengadilan distrik di Tainan, Taiwan, Kamis (11/12), menuturkan, Wei sungguh keterlaluan karena memaksa tiga putrinya yang masih di bawah umur untuk menjadi pelacur.

Belum lagi di negara Indonesia dimana menurut data UNHCR diperkirakan ada 40.000-70.000 anak menjadi korban eksploitasi seks dan sekitar 100.000 anak diperdagangkan tiap tahunnya dengan tujuan utama anak yang diperdagangkan ke luar negeri adalah Malaysia, Singapura, Brunei, Taiwan, Jepang dan Arab Saudi.
Sungguh amat sangat menyesakkan jika membacanya, padahal beberapa tahun lalu saat saya belum bersentuhan dengan masalah ini, rasanya memang ‘percuma’ , ‘nggak ada untungnya membacanya’ , atau kalau toh membacanya itupun giliran terakhir karena semua artikel di koran sudah terbaca. Bahkan saat ini pun tidak jarang artikel atau tulisan tentang perdagangan manusia hanya ditempatkan di pojok halaman.
Jika kita mencoba untuk memetakan jalur lokasi perdagangan manusia di indonesia, rasanya sudah tidak ada tempat yang aman lagi bagi kita dari ancaman ini khususnya bagi perempuan dan anak, bahkan pernah suatu hari saya mendengar kabar dari tetangga saya bahwa ada seorang anak perempuan tetangga yang kabarnya hampir terjerat perdagangan manusia.
Kisahnya begini ;… sebut saja anak tetanggaku namanya Dika. Dika berusia 14 tahun dan bersekolah di kelas 2 disebuah SMP swasta yang cukup terkenal dikawasan barat kotaku.
Suatu ketika sepulang sekolah Dika diajak makan bersama sahabatnya ,sebut saja Arum, di sebuah kantin dekat sekolah.
Arum dan Dika sudah sejak lama saling kenal, bahkan dari sekolah dasar mereka sudah bersama. Disela sela kegembiraan mereka , datang lah dua orang pria seusia mereka. Yang ternyata adalah kenalan Arum. Sesaat kemudian si pria tadi berbicara dengan Arum, yang kemudian memperkenalkan Dika kepada mereka. Dan dari pembicaraan mereka tiba tiba si pria tadi mengajak mereka untuk jalan jalan sebentar dengan sepeda motor. Awalnya Dika menolak karena belum minta ijin kepada orang tuanya,namun dengan bujuk rayu si pria tadi dan juga Arum, akhirnya pendirian Dika luluh juga.
Demikianlah, singkat kisahnya, mereka berempat telah berada di jalan. Hingga suatu saat Dika tersadar bahwa telah berada di jalan yang dia tidak pernah mengenalnya,saat itu pula Dika minta untuk pulang kerumah. Namun terlambat, bukannya mengurangi kecepatan laju sepeda motornya tapi justru mempercepatnya. Dengan sekuat tenaga Dika berteriak untuk menghentikan sepeda motornya, hingga tiba tiba dengan keberanian dan kenekatannya dia melompat dari sepeda motor tadi dan jatuh ditanah dengan berguling guling. Dengan bersimbah darah, Dika berteriak minta tolong pada warga sekitar yang kebetulan berada di sekitar. Dengan pertolongan warga sekitar pula Dika diantarkan ke Rumah Sakit terdekat.
Selang beberapa hari kemudian , diketahuilah bahwa ternyata tujuan si pria tadi adalah di suatu tempat dimana dia akan menyerahkan Dika kepada beberapa orang yang telah menunggu. Dan juga diketahui pula, ternyata Arum adalah salah satu dari anggota mereka….’
Mendengar cerita itu aku baru sadar, bahwa perdagangan manusia itu benar benar nyata di kehidupan kita. Di sekitar kita, bahkan di dekat kita. Bayangkan, seorang sahabat yang telah kita kenal dari kecil, orang yang telah bermain dengan kita dari masa kanak kanak telah dengan begitu teganya menipu, mengkhianati kita dengan menjerumuskan ke dalam suatu lingkaran kejahatan.
Belum lagi, jika kita juga mendengar atau membaca berita tentang orang tua yang tega menjual anaknya sendiri    Baca Beritanya [...]

Indonesia yang pada awalnya adalah negara sumber perdagangan manusia ( daerah sumber yang paling signifikan adalah Jawa, Kalimantan Barat, Lampung, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan ) kini telah berubah menjadi negara Transit dan daerah penerima.
Disebut daerah transit dikarenakan sebelum memasuki negara tujuan para migran ini akan diarahkan oleh para pelaku trafficker ini ke suatu penampungan terlebih dahulu.
Seluruh kawasan IndonesiaTimur saat ini ditengarai menjadi daerah pengirim TKI keluar negeri (Sulawei Selatan, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara TImur, Nusa Tenggara Barat, Jawa TImur ).
Khusus Kalimantan Timur sendiri merupakan provinsi tujuan TKI lokal dan pintu gerbang menuju negara tujuan yakni Malaysia. Daerah Malaysia yang selalu menjadi tujuan diantaranya Kota-Kota besar di Malaysia Timur yang juga merupakan daerah perkebunan sawit, yakni Serawak, Kucing, dan Tawau. Mereka kebanyakan di tempatkan di perkebunan Sawit menjadi buruh ataupun menjadi pembantu rumah tangga.
Dari beberapa data laporan yang terhimpun, daerah di indonesia yang menjadi sumber tenaga kerja adalah Jawa Barat, Kalimantan Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara dan Nusa Tenggara.
Sedangkan daerah di Indonesia yang menjadi tujuan dari perdagangan orang ini adalah Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Jawa barat.
Sedangkan negara tujuan saat ini yang terbesar adalah Arab Saudi , Malaysia, Taiwan, Hongkong dan Singapura. Sebagian besar korban di Indonesia diperdagangkan dalam perbudakan di sektor-sektor
  1. Pekerja rumah tangga
  2. Pekerja seks
  3. Kawin paksa,
  4. Adopsi illegal,
  5. Dipaksa menjadi pengemis dan
  6. Perdagangan organ tubuh.
Dengan semakin kompleks dan luasnya daerah atau jalur perdagangan manusia khususnya perempua dan anak ini maka  diperlukan suatu upaya menggalang kerja sama melalui kemitraan yang menjadi satu-satunya cara yang harus dikembangkan di masa datang supaya penanganan masalah ini menjadi lebih efektif.
Mengatasi permasalahan perdagangan anak tidak hanya melibatkan satu lembaga, akan tetapi harus melibatkan semua pemangku kepentingan yang ada di masyarakat, yaitu instansi-instansi pemerintah, LSM, organisasi kemasyarakatan yang tergabung dalam sebuah kemitraan yang diperkuat oleh peraturan  pemerintah,  paling  tidak keputusan  menteri untuk  bersama-sama  menangani  masalah perdagangan anak.

Dalam Kaitannya dengan perdagangan anak ada beberapa norma norma hukum yang berlaku :

Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia PBB 1948
Deklarasi ini memuat hak-hak setiap manusia. Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia tidak secara tegas berkaitan dengan perdagangan orang, khususnya anak, tetapi Deklarasi ini sebagai suatu deklarasi yang menegaskan setiap individu mempunyai hak bebas, yang secara mendasar terbebas dari trafiking.

Konvensi Hak Anak 1989
Konvensi ini secara tegas mengatur hak anak yang berbeda dengan orang dew asa. Pada pasal 34 dan 35 Konvensi ini berkaitan langsung  dengan penentangan  terhadap eksploitasi  seksual, perlakuan salah secara seksual, dan perdagangan anak.
Opsional Protokol Konvensi Hak Anak terhadap Penjualan Anak, Prostitusi Anak, dan Pornografi Anak.
Opsional Protokol ini telah diadopsi tahun 2000, Indonesia belum meratifikasinya. Akan tetapi Protokol ini tidak  berkait  langsung  dengan  penghapusan  perdagangan  anak,  tetapi  lebih  penentangan terhadap prostitusi dan pornografi anak.

KILO 182 Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terpuruk Anak.

Di bawah Konvensi ILO 182, penggunaan anak dalam prostitusi dan pornografi dianggap sebagai bentuk pekerjaan terpuruk anak. Konvensi ini sangat berkait erat dengan pekerja anak, sedangkan perdagangan anak tidak termasuk. Indonesia telah meratifikasi Konvensi ini dengan UU No. 1 tahun 2000.

Protokol  untuk Mencegah  Memberantas  dan  Menghukum  Perdagangan  Manusia  Terutama  Anak  yang Melengkapi Konvensi PBB untuk Melawan Kejahatan Terorganisir antar Negara .

Protokol ini secara tegas menegaskan definisi perdagangan manusia: “Perdagangan manusia berarti pengerahan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan orang dengan menggunakan berbagai ancaman atau paksaan atau bentuk-bentuk lain dari kekerasan, penculikan, penipuan, muslihat, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau pemberian atau penerimaan pembayaran atau keuntungan untuk mendapatkan izin dari orang yang memiliki kendali atas orang lain untuk tujuan eksploitasi. Pada Protokol ini secara tegas menyebutkan anak “berarti setiap orang yang usianya di baw ah delapan belas tahun.”

Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Undang-undang   No.  23   tahun   2002   tentang   Perlindungan   Anak   bertujuan   untuk  menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi,  demi terw ujudnya  anak Indonesia  yang berkualitas,  berakhlak  mulia, dan  sejahtera. Undang-undang ini mengatur secara tegas tentang perdagangan anak.
Pada Pasal 59 menegaskan “Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkew ajiban dan bertanggung jaw ab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak ... anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, ...” Dan pada Pasal 68 (1) Perlindungan khusus bagi anak  ...  perdagangan  anak  sebagaimana   dimaksud  dalam  Pasal  59  dilakukan  melalui  upaya pengaw asan,   perlindungan,   pencegahan,   peraw atan,   dan   rehabilitasi   oleh   pemerintah   dan masyarakat. (2) Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan penculikan, penjualan, atau perdagangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Serta  Pasal 78  setiap  orang  yang  mengetahui  dan  sengaja  membiarkan  anak ...  anak  korban perdagangan...   sebagaimana   dimaksud  dalam  Pasal  59,  padahal  anak  tersebut   memerlukan pertolongan dan harus dibantu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Beberapa contoh tindakan yang dapat dikategorikan dalam lingkup perdagangan manusia khususnya perempuan dan anak-anak adalah sebagai berikut :

  1. Adopsi/pengangkatan anak yang tidak sesuai prosedur atau diperjualbelikan kepada warga sendiri atau warga Negara asing.
  2. Pemesanan kemanten/mempelai perempuan atau permintaan dari tempat-tempat tertentu untuk dijadikan istri kontrakan.
  3. Melibatkan anak-anak dalam perdagangan obat-obatan terlarang.
  4. Anak-anak yang dipekerjakan di perkebunan.
  5. Eksploitasi pedophilia seksual.
  6. Pornografi perempuan dan anak.
  7. Perdagangan perempuan dan anak untuk kerja paksa.
  8. Mempekerjakan perempuan dan anak untuk pekerjaan pengemisan atau meminta-minta.
  9. Mempekerjakan perempuan dan anak dalam kerja seks atau kegiatan pelacuran.

Traffiking manusia adalah perbudakan modern dan merupakan kejahatan kemanusiaan yang berarti pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM), maka pihak-pihak yang bertanggung jawab perlu membangun pencegahan dan penangulangan secara sistematis dan terpadu, baik paying hukum maupun system penanganannya.
Mengapa perdagangan manusia ini masih sering terjadi di indonesia?
Di Indonesia kasus perdagangan orang bak fenomena gunung es, artinya kasus yang terdeteksi hanya sebagian kecil dari kasus yang sebenarnya. Ironisnya walaupun jumlah kasus trafficking dari tahun ketahun cenderung meningkat tetapi kasus yang dibawa ke pengadilan juga mengikuti fenomena gunung es, kurang dari 1% saja. Ini menunjukkan masih kurangnya perhatian terhadap masalah trafficking, atau mungkin juga minimnya pemahaman masyarakat sehingga ikut pula melanggengkan praktek-praktek trafficking.
Negara sebagai penanggungjawab kesejahteraan warga negaranya memang telah menunjukkan perhatiannya dengan mensyahkan rancangan undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (RUU PTPPO) menjadi undang-undang (UU no. 21 tahun 2007) pada tanggal 20 Maret 2007 lalu. Namun sejauh manakah undang-undang ini mampu melindungi warganya terutama perempuan dan anak dari praktek trafficking?
LANDASAN HUKUM :
  1. UU RI No.1 th.1946 tentang Hukum Pidana
  2. UU RI No.8 th.1981 tentang Hukum Acara Pidana
  3. UU RI no.23 th.2002 tentang Perlindungan Anak
  4. UU RI No.23 th.2004 tentang P-KDRT
  5. SKB 3 Mentri dan Kapolri th.2002 tentang pelayanan terpadu terhadap perempuan dan Anak korban tindak kekerasan.
  6. SPRIN Kapolri No.Pol : SPRIN/935  N / 2003. Tanggal 13 Mei 2003. Kepada seluruh Dir.Reskrim UM POLDA SeIndonesia tentang Pemberdayaan RPK dan Sarana Pendukungnya.
  7. Srt.Keputusan Kapolri No…Pol…Skep/759/III/2003.tentang Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) di Rumah Sakit Polri.
  8. UU RI No.39 tahun 2004 ttg Penempatan & Perlindungan TKI
  9. PP.No.27 th.1983 tentang Pelaksanaan KUHAP.
  10. UU NO.21 TH.2007 ttg.Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
 ‘….Seberapa bagus pun kita bisa melahirkan undang undang daan seberapapun kerja keras kita untuk ini tapi selama perekonomian negara ini masih seperti ini maka undang undang seperti apapun tidak akan efektif….](Hj. Azlaini Agus, Anggota Komisi 3 DPR RI,Jalan Pulang )
Disamping itu banyak yang mengira bahwa ketika korban diselamatkan dari penyekapan ataupun pelaku (trafficker), maka masalah sudah selesai. Padahal justru itulah awal dari kemunculan masalah baru.
Pada dasarnya masalah budaya dan pendidikan di masyarakat indonesia sepertinya masih menjadi salah satu penyebab tingginya masalah ini , di beberapa daerah ada yang beranggapan bahwa memperoleh anak perempuan adalah anugrah karena mereka beranggapan bahwa perempuan dianggap sebagai pundi-pundi uang bagi mereka karena dibawah tekanan kultur patriaki (pria lebih dominan daripada perempuan) mereka seakan dimanfaatkan dengan dengan alibi kondisi yang ada kepada keluarga mau tidak mau maka ia harus bersedia berkorban untuk keluarganya, ini yang sering kali dimanfaatkan oleh para pedagang perempuan sebagai peluang untuk semakin mengeksploitasi perempuan tersebut. Coba lihat di daerah indramayu atau daerah Nusa Tenggara, ada sebuah desa yang semuanya menjadi pekerja migran karena orang tua mereka juga adalah pekerja migran. Bahkan pernah ada berita dimana jika ada seorang ibu yang melahirkan anak perempuan, bayi tersebut sudah dipesan oleh agen pengerah tenaga kerja.
Yang tidak kalah pentingnya adalah problem pendidikan, ada efek domino yang terjadi ketika seseorang tersebut kurang mendapat pendidikan, maka akan terjadi kesusahan menghadapi hidup ini. Dari beberapa berita dan artikel , secara garis besar dapat disimpulkan bahwa sebagian besar korban perdagangan anak adalah mereka yang hanya mengenyam pendidikan sekolah dasar atau SMP. Disaat orang kurang mendapatkan pendidikan yang memadai atau dia tidak bisa melanjutkan sekolah, maka yang ada dalam bayangannya adalah mencari pekerjaan. Sempitnya lowongan pekerjaan di Indonesia juga menjadi salah satu penyebab dari tingginya tingkat pengangguran yang pada ujung ujungnya adalah tingginya tingkat kemiskinan.  Disinilah peluang yang ditangkap oleh para trafficker.
Atau juga ketidak-mampuan  sistem pendidikan yang ada maupun masyarakat untuk mempertahankan anak supaya tidak putus sekolah dan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
Petugas kelurahan dan kecamatan yang membantu pemalsuan KTP anak yang diperdagangkan juga menjadi faktor pendorong utama perdagangan anak. Untuk mengatasi masalah  ini diperlukan instrumen hukum atau kebijakan yang lebih ketat secara efektif mencegah pemalsuan KTP.
Penelitian International Labor Organization (ILO)   tentang Pekerja Rumah Tangga Anak di Indonesia pada tahun 2002, yang kemudian hasilnya dipublikasikan melalui buku ”Bunga-Bunga Di Atas Padas : Fenomena  Pekerja Rumah  Tangga Di Indonesia,” menyimpulkan  tidak tertutup  kemungkinan pada penyaluran ”Pekerja Rumah Tangga Anak” terjadi trafiking anak.
Hal  ini  setidaknya  diindikasikan  dengan  terdapatnya  Pekerja  Rumah  Tangga  Anak  yang  ketika berangkat dari kampungnya, tidak untuk dijadikan sebagai Pekerja Rumah Tangga, tetapi dipekerjakan di tempat lain yang tidak sesuai dengan perjanjian semula (Pandji Putranto, dkk., 2004:190) .
ILO memperkirakan terdapat lebih dari 1,4 juta PRT di Indonesia. Penelitian mengindikasikan 23% adalah anak di bawah umur dan  memperkirakan terdapat 240.000 pekerja seks di Indonesia dan  30% nya adalah anak-anak di bawah umur
Beberapa alasan atau latar belakang lainnya mengapa masih terjadi trafiking :

  1. Masih tingginya penempatan  TKI secara ilegal/non prosedural
  2. Terjadinya manipulasi/pemalsuan dokumen
  3. Rendahnya kualitas CTKI
  4. Lemahnya posisi tawar,manajemen dan prilaku bisnis pelaksana penempatan TKI
  5. Perlindungan TKI belum maksimal
  6. Lemahnya pelayanan dan sistim pendataan dan kelembagaan
  7. Kurangnya ketrampilan CTKI
  8. Kurang Kesadaran : Banyak yg tidak tahu adanya bahaya trafiking
  9. Kemiskinan : mereka ingin keluar dari kemiskinan yg melilit
  10. Ingin cepat kaya ; keinginan untuk memiliki materi memicu terjadinya migrasi dan membuat mereka rentan terhadap trafiking
  11. Faktor budaya ; Kepatuhan terhadap orang tua dan kewajiban untuk membalas jasa orang tua membuat anak rentan terhadap trafiking
  12. Perkawinan dini : Berdampak pada kesehatan,putus sekolah,akses ekonomi,perceraian dini,anak yg dicerai dianggap sudah dewasa, walaupun perkembangan pribadinya belum dewasashg.entan thd.trafiking dan sebagainya.

BENTUK –BENTUK TRAFIKING :

  1. Penjualan Anak (Sale of children)
  2. Prostitusi anak perempuan dan laki-laki/Child prostitution
  3. Prostitusi Perempuan Dewasa
  4. Penyelundupan Manusia(Smuggling of person)
  5. Migrasi dengan Tekanan
  6. Kawin Paksa
  7. Kawin Kontrak
  8. Kerja Paksa Seks & Eksploitasi seks
  9. Pembantu Rumah Tangga (PRT) – baik di luar ataupun di wilayah Indonesia.
  10. Penari, Penghibur & Pertukaran Budaya – terutama di luar negeri.
  11. Pengantin Pesanan – terutama di luar negeri.
  12. Buruh/Pekerja Anak – terutama di Indonesia.
  13. Penjualan Bayi – baik di luar negeri ataupun di Indonesia
  14. Eksploitasi scr seksual
  15. Eksploitasi tenaga kerja


2 komentar:

  1. Terlalu byk UU, nasib Gay harus disetarakan !!!

    BalasHapus
  2. sungguh luar biasa tulisanya, tentang wanita dan anak , memang seharusnya mereka dijaga bukan di jual seperti sebuah benda, karena kemajuan bangsa ini ada di tangan wanita dan anak-anak :)
    semoga manjadi pembelajaran bagi setiap orang Indonesia

    BalasHapus